ABOUT ME…

Sutirjo, Lumajang, 17 Juni 1968 putra dari ayah Kartanu dan Ibu Sotah, lulus SMA di Lumajang tahun 1989, menempuh pendidikan S-1 pada Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Muhammadiyah Malang lulus tahun 1995, menempuh pendidikan S-2 pada Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang dan lulus tahun 2002, untuk jenjang S-3 ditempuh sejak tahun 2003 pada Fakultas Kedokteran-Program Doktor Ilmu Kedokteran Universitas Brawijaya, Jurusan Biologi Reproduksi, dan lulus bulan Juni 2006. Semenjak tahun 1997 menjadi pendidik di Madrasah Terpadu MTsN I Malang hingga sekarang dan aktif di penelitian, pembinaan guru dan siswa.

Februari 5, 2007 at 3:05 am 8 komentar

Tulisan berikut ini berisi masukan, kritik, tanggapan, surat terbuka dari guru berkaitan dengan dunianya ” Suka-Duka”nya

BAHAGIAKAH SANG GURU?
Dengarkan…

Sepertinya Aku…
Terperangkap dalam rutinitas yang tidak produktif
Datang saat akan mengajar pulang setelah mengajar
Gajipun pas-pasan bahkan kurang
Begitulah hidupku dan tenagaku habis
Tidak ada yang dapat diandalkan dan tak seorangpun yang menghargaiku..hidupku seperti hilang!
Kehadiranku terasa tiada makna, ada di tempat kerja dan tidak adanya di tempat kerja sama saja.
Aku merasa tidak dibutuhkan oleh muridku, anak-anakku yang mulai dewasa, teman, tetangga,bahkan istriku,kecuali hanya minta tambahan belanja dan cicilan hutang.
Kehidupan keluargaku biasa-biasa saja, tidak pernah bertengkar tetapi hambar seakan tak saling mengenal!
Sepertinya beban semakin berat!
Aku kelebihan waktu luang tetapi minim pemasukan
Sepertinya aku harus tidak berhutang tetapi tidak bertahan
Resah, hampa, dan marah!
Sepertinya ada sesuatu yang Hilang…
Aku sendirian…

Aku muntah dengan kehidupan di kantor
Membenar-benarkan kata-kata yang tidak benar di hadapan pembesar, menjilat-jilat, membungkuk-bungkuk dihadapan pimpinan tetapi diam-diam menikam dari belakang
Aku muak!
Perlahan-lahan aku lewatkan saat itu dengan sakit hati yang menyayat, justru aku temukan kepuasan di luar jam mengajar.
Kepuasan saat “ngrumpi” bersama sejawat di ruang guru, di kantin, sambil membawa dagangan menambal kekurangan pemasukkan dibungkus kreatifitas
Membangun persengkongkolan dan menggabungkan kelemahan
Aku tak bisa diandalkan dan aku tak bisa mengubah hidupku!
Sepertinya ada sesuatu yang Hilang…
Aku sendirian…
Mungkin kau menganggap ini hanyalah kasuistik yang pribadi
Yakinlah segala sesuatu yang pribadi pada dasarnya bersifat umum
Inilah suara berjuta-juta guru!

Hidup ini adalah pilihan!
Memilih menjilat tapi culas, menurut tapi minta imbalan, kerjasama tapi ada kepakatan jahat, memberontak, membangun persengkongkolan, keluar, optimis, bekerjasama sukarela, dan berkarya.
Apa yang Anda lakukan seandainya mengalami ini…

Pertama!
Tidak diperlakukan dengan adil dan bijak!
Banyak permainan kotor, banyak nepotisme, sistem rekrutmen pegawai tidak jelas, perlakuan pimpinan tidak adil, ucapannya menyakitkan, sistem tunjangan/penggajian tidak jelas dan tidak jujur, penghargaan yang Anda terima tidak sesuai dengan jerih payah serta besarnya sumbangsih yang Anda berikan!
Apa kira-kira pilihan Anda?

Kedua!

Anda sudah digaji dengan Adil, tetapi anda tidak diberlakukan dengan semestinya. Perlakuan pimpinan Anda tidak konsisten, susah ditebak, semena-mena dan tergantung dengan “mood” hati bos atau orang di sekitar Bos Anda.
Apa kira-kira pilihan Anda?

Ketiga!
Anda sudah digaji dengan adil dan diberlakukan dengan baik, tetapi pemikiran Anda tidak didengarkan sama sekali atau tidak digubris. Tubuh fisik diberlakukan dengan baik tetapi pikiranku terasa tak termanfaatkan.
Apa kira-kira pilihan Anda?

Keempat!
Katakanlah Anda, tubuh-fisik, pikiran dilibatkan secara aktif, diperlakukan dengan baik (hati), tetapi anda sering disuruh membuat program, laporan, dan pengembangan institusi Anda, tetapi tidak pernah direalisasikan, tidak pernah dibaca, tidak pernah dilihat manfaatnya, Anda hanya dibutuhkan seakan-akan pemikirannya tetapi seperti menumpuk tanah dan meratakan kembali. Pekerjaan terasa sia-sia, tiada arti (jiwa)
Apa kira-kira pilihan Anda?

Kelima!
Jika Anda sudah digaji dengan adil, pikiran dilibatkan secara aktif, pekerjaan berarti, tetapi ada banyak agenda “jahat” yang tersembunyi, kebohongan, kecurangan terjadi terhadap siswa, orang tua siswa, teman sejawat, selalu berorientasi “proyek”, dan siapa teman serta lawan.

Apa kira-kira pilihan Anda?

Ketiga!
Anda sudah digaji dengan adil dan diberlakukan dengan baik, tetapi pemikiran Anda tidak didengarkan sama sekali atau tidak digubris. Tubuh fisik diberlakukan dengan baik tetapi pikiranku terasa tak termanfaatkan.
Apa kira-kira pilihan Anda?

Keempat!
Katakanlah Anda, tubuh-fisik, pikiran dilibatkan secara aktif, diperlakukan dengan baik (hati), tetapi anda sering disuruh membuat program, laporan, dan pengembangan institusi Anda, tetapi tidak pernah direalisasikan, tidak pernah dibaca, tidak pernah dilihat manfaatnya, Anda hanya dibutuhkan seakan-akan pemikirannya tetapi seperti menumpuk tanah dan meratakan kembali. Pekerjaan terasa sia-sia, tiada arti (jiwa)
Apa kira-kira pilihan Anda?

Kelima!
Jika Anda sudah digaji dengan adil, pikiran dilibatkan secara aktif, pekerjaan berarti, tetapi ada banyak agenda “jahat” yang tersembunyi, kebohongan, kecurangan terjadi terhadap siswa, orang tua siswa, teman sejawat, selalu berorientasi “proyek”, dan siapa teman serta lawan.

Apa kira-kira pilihan Anda?

Optimis kreatif-6

Kerja sepenuh hati-5

Kerjasama sukarela-4

Mengikuti aturan-3

Mengikuti perintah tapi culas-2

Membangun persengkokolan-keluar-1

Sungguh…!
Aku merindukan sebuah sekolah yang tidak hoby …
Menata bata dan menebang pohon mengurangi resapan
Suntuk menghitung ‘persentase’ lupa merealisasikan kesejajaran..sebagai hamba Allah

Februari 5, 2007 at 2:52 am 3 komentar

Berikut ini ditampilkan beberapa tulisan dari siapapun dengan harapan semoga MANFAAT!

………………………………
Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari
rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”
Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”
Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut.
Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan
menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei,
kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”
Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
**
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”
Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta!
Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”
Si buta tertegun…. Menyadari situasi itu,
penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang
‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang
buta.” Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa,
maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.” Dengan
tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita
yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan
masing-masing.
***
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang
menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih
berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf,
apakah pelita saya padam?” Penabraknya menjawab, “Lho,
saya justru mau menanyakan hal yang sama.”
Senyap sejenak… secara berbarengan mereka bertanya,
“Apakah Anda orang buta?” Secara serempak pun mereka
menjawab, “Iya…,” sembari meledak dalam tawa. Mereka
pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita
mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.
***
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan
malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang
mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa
mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul
pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu
membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan
dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat
jalan mereka.”
***
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa
pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup.
Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi
kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi
……………, ………., ………, …….., dan
………. Selalu menunjuk ke ……………, tidak
sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah
……………. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar
menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang
dialaminya. Ia menjadi lebih …………….. karena
menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih
dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi ………….

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya,
yang ………………, yang ………….. Kadang,
mereka memilih untuk “……………” walaupun mereka bisa ”melihat”.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah
…………………….., yang sebetulnya ………………….

Apa JuDul yang TePaT dAri TuLiSan Di aTaS?

KuLImA-Kuliah Lima Menit
Titik-titik pada bacaan di atas dapat diisi atau dicocokan dengan bacaan berikut ini,tulisan ini adalah kiriman dari seorang teman dan semoga manfaat! Amiin!

………………………………
Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari
rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”
Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”
Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut.
Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan
menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei,
kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”
Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
**
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”
Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta!
Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”
Si buta tertegun…. Menyadari situasi itu,
penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang
‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang
buta.” Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa,
maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.” Dengan
tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita
yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan
masing-masing.
***
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang
menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih
berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf,
apakah pelita saya padam?” Penabraknya menjawab, “Lho,
saya justru mau menanyakan hal yang sama.”
Senyap sejenak… secara berbarengan mereka bertanya,
“Apakah Anda orang buta?” Secara serempak pun mereka
menjawab, “Iya…,” sembari meledak dalam tawa. Mereka
pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita
mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.
***
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan
malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang
mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa
mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul
pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu
membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan
dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat
jalan mereka.”
***
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa
pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup.
Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi
kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi
kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan
kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak
sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah
dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar
menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang
dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena
menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih
dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya,
yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang,
mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah
bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan

Februari 5, 2007 at 2:29 am 2 komentar

Berikut ini adalah hasil penelitian ilmiah siswa siswi MTsN Malang I, yang masuk di tingkat Nasional dan Kota Malang

ABSTRAK

Ekaputri Z, dkk. 2005. Bentuk Pola Umum Sidik Jari Siswa Berprestasi di Kota Malang

Sidik jari merupakan suatu kesan yang dibuat oleh jari manusia. Sidik jari merupakan bukti materi yang amat penting. Sidik jari banyak digunakan untuk mengungkap identitas seseorang, karena tak ada sidik jari yang identik di dunia ini sekalipun diantara dua saudara kembar. Dan karena itu, sidik jari dapat digunakan sebagai metode pengidentifikasian yang akurat.
Sidik jari sangat berguna bagi polisi untuk menemukan atau mengetahui pelaku kejahatan dari sidik jarinya. Bahkan, di masa depan akan ada alat sensor yang dapat mengidentifikasi sidik jari kita untuk menggunakan ATM. Jadi, kita tidak perlu mengingat nomor PIN.
Manusia memiliki kecerdasan. Kecerdasan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya mungkin berbeda. Hal itu disa disebabkan oleh lingkungan, gizi, genitas, dan lainnya. Orang yang cerdas, juga sama seperti manusia yang lainnya, hanya saja mereka unggul dalam kecerdasannya. Dan mereka juga memiliki sidik jari. Sidik jari dapat dikelompokkan dalam empat golongan utama, yaitu: loop, arch, mixed, dan whorl. Jika ini terbukti, kita dapat mengatakan bahwa anak yang memiliki sidik jari “x” berpotensi menjadi anak yang berprestasi. Maka, kami melaksanakan penelitian terhadap bentuk sidik jari siswa-siswi berprestasi di Kota Malang untuk mengungkap apakah ada kaitannya antara bentuk sidik jari secara umum pada siswa yang berprestasi.
Penelitian tersebut kami laksanakan mulai tanggal 19 – 30 November 2005. Pustaka yang digunakan berupa situs-situs internet. Sampel jari yang diambil adalah ibu jari, jari tengah, dan jari manis yang diambil dari 127 siswa berprestasi akademik. Sehingga keseluruhan sidik jari berjumlah 381. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sidik jari loop lebih mendominasi pola umum sidik jari siswa berprestasi di Kota Malang dengan presentase 71%, sementara whorl dan arch masing-masing 26% dan 3%.

Kata-kata kunci: Sidik jari, kecerdasan, siswa berprestasi

Lubis H.A, dkk. 2005. Pengaruh Ekstrak Daun Simbukan, Daun Kumis Kucing, dan Daun Putri Malu Terhadap Pembasmian Larva Nyamuk

Dewasa ini, kita lihat banyak penyakit berbahaya dan menular yang tersebar di berbagai penjuru wilayah, khususnya demam berdarah dengue−salah satu penyakit berbahaya yang disebabkan oleh nyamuk. DBD kembali melanda Indonesia. Bahkan baru-baru ini penyakit ini juga menerpa Kota Malang. Jumlah korbannya pun terbilang cukup banyak, yaitu sekitar 10 orang. Dua diantaranya adalah anggota DPRD, dua orang lainnya adalah wartawan, tiga buruh swasta, dan sisanya sebanyak tiga orang adalah pegawai swasta.
Dengan keadaan yang demikian, banyak perusahaan-perusahaan memproduksi obat pembasmi nyamuk. Namun perlu diingat bahwa obat pembasmi nyamuk semacam itu tidaklah aman bagi kesehatan manusia dan lingkungannya karena mengandung bahan kimia yang cukup banyak. Oleh karenanya, dicari bahan alternatif lain yang aman bagi kesehatan dan lingkungan tetapi tetap berfungsi sebagai pembasmi nyamuk.
Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun simbukan, daun kumis kucing, dan daun putri malu terhadap pembasmian larva nyamuk, serta pengaruh perbedaan konsentrasinya. Penelitian ini dilakukan di Ruang Pembinaan Siswa (Khusus) MTsN Malang I, mulai tanggal 16-22 Oktober 2005. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah pemberian tiga jenis ekstrak dan konsentrasi yang berbeda pada larva nyamuk. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun simbukan, daun kumis kucing, dan daun putri malu. Sedangkan macam konsentrasi ekstrak 5%, 10%, dan 15%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campuran ekstrak simbukan, putri malu, dan kumis kucing dengan konsentrasi 10% memiliki pengaruh paling besar terhadap pembasmian larva nyamuk. Terbukti dengan jumlah larva nyamuk yang mati sebanyak 20 ekor atau sekitar 80% dari jumlah keseluruhan larva nyamuk yaitu sebanyak 25 ekor. Sedangkan jumlah larva nyamuk yang hidup hanya 5 ekor (20%).
Campuran ekstrak putri malu dan kumis kucing dengan konsentrasi 15% memiliki pengaruh paling kecil terhadap pembasmian larva nyamuk. Terbukti dengan jumlah larva nyamuk yang mati hanya 6 ekor (24%) dan yang hidup sebanyak 19 ekor (76%).
Penelitian ini membuktikan bahwa zat-zat kimia sejenis tanin dan minyak atsiri, yang terdapat dalam tanaman simbukan, kumis kucing, dan putri malu, dapat menghambat bahkan membunuh larva nyamuk. Hal ini disebabkan kedua zat ini memiliki fungsi sebagai anti mikroorganisme, yaitu menghambat pertumbuhan dan membunuh berbagai jenis mikroorganisme, tidak terkecuali larva nyamuk.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar menggunakan campuran ekstrak simbukan, kumis kucing, dan putri malu konsentrasi 10% guna membasmi larva nyamuk.

Kata-kata kunci: ekstrak, Daun Simbukan, Daun Kumis Kucing, dan Daun Putri Malu dan larva nyamuk.

ABSTRAK

Rosida A. N, dkk. 2005. Pengaruh Campuran Ekstrak Daun Kemangi
dengan ekstrak daun sirih, kemangi dengan daun katuk, daun
kemangi dengan daun papaya, daun kemangi dengan daun sereh
terhadap larva nyamuk.

Dewasa ini sedang maraknya wabah penyakit demam berdarah. Banyak orang yang menjadi korban akibat penyakit ini terutama anak-anak. Pembawa penyakit mematikan ini adalah nyamuk. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi jumlah korban demam berdarah.
Untuk mengurangi bertambahnya korban penyakit demam berdarah, mulai dilakukan penelitian-penelitian untuk menemukan cara yang efisien dalam mrmbunuh larva. Untuk itu, dilakukan penelitian yang menggunakan ekstrak campuran daun kemangi dengan ekstrak daun sirih, campuran ekstrak daun kemangi dengan ekstrak daun katuk, campuran ekstrak daun kemangi dengan ekstrak daun papaya, campuran ekstrak daun kemangi dengan ekstrak daun sereh 5%, 10%, 15% dan diamati setelah 24 jam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah campuran-campuran ekstrak tersebut yang memiliki pengaruh paling besar dalam membunuh larva. Penelitian ini dilakukan di Ruang Pembinaan Khusus MTsN Malang I, mulai tanggal 27 – 28 September 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran ekstrak daun kemangi dan ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 5% dapat mematikan larva nyamuk sebesar 82,81%. Hal ini menunjukkan bahwa zat aktif yang dikandung tanin, alkaloid, dan minyak atsiri mampu menghambat bahkan membunuh larva nyamuk.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk memakai campuran ekstrak daun kemangi dan ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 5% sebagai sarana dalam mencegah bahkan membunuh larva nyamuk. Ke depan pemanfaatan campuran ekstrak daun kemangi dan ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 5% sebagai sarana dalam mencegah dan membasmi larva nyamuk perlu diteliti lebih lanjut dengan ekstrak daun lain yang memiliki zat aktif menghambat atau membunuh larva nyamuk.

Kata-kata kunci: Ekstrak, Daun Kemangi, daun sirih, daun katuk, daun
papaya, daun sereh, larva nyamuk.

ABSTRAK

Hasyyati A.,dkk. 2006. Pemahaman Pelajar Dan Orang Tua Di Kota Malang Terhadap Penyakit Flu Burung

Flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah penyakit flu yang disebabkan oleh virus yang terdapat pada burung liar dan menyerang bangsa unggas seperti: ayam, kalkun, merpati (burung-burung peliharaan), itik (unggas air), burung-burung liar dan bisa juga menular pada babi. Penyakit ini disebabkan oleh virus influenza H5N1 yang ditemukan pertama kali di Hongkong pada tahun 1997 dan menyebabkan kematian pada manusia di Vietnam pada Januari 2004.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pengetahuan serta pemahaman masyarakat Kota Malang tentang wabah penyakit flu burung yang telah menyebar di lingkungan mereka. Selain itu, agar di kemudian hari kita dapat melakukan pencegahan supaya tidak terserang wabah penyakit flu burung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Malang yaitu para pelajar dan orang tua sudah cukup memahami tentang penyakit flu burung. Dengan prosentase 73,32%, responden pelajar mengetahui tentang penyakit flu burung, dan sebanyak 7,73% tidak mengetahui tentang penyakit flu burung. Selain itu, dengan prosentase 74%, responden orang tua mengetahui tentang penyakit flu burung dan tidak ada responden orang tua yang tidak mengetahui tentang penyakit flu burung (0%). 54,23% dari responden orang tua dan 58,3% responden pelajar berpendapat bahwa cara penularan flu burung dapat melalui kontak langsung antara unggas dan manusia. Sedangkan melalui makanan yaitu sebesar 12,71% responden orang tua dan 14,47% menurut responden pelajar. Selanjutnya, cara pencegahan penyakit flu burung dengan cara memusnahkan unggas dipilih oleh 52,98% responden pelajar dan 69,81% responden orang tua sebagai cara yang paling tepat. Dengan cara mengisolasi unggas yang telah terserang flu burung juga menjadi pilihan 7,64% responden pelajar dan 5,66% responden orang tua.
Kecil kemungkinan Kota Malang terserang penyakit flu burung. Hal ini terbukti dengan 66,08% responden pelajar dan 61,61% responden orang tua yang memilihnya. Sedangkan 4,74% responden pelajar dan 2,02% responden orang tua menyatakan bahwa Kota Malang memiliki kemungkinan besar terserang penyakit flu burung. Peran dari Dinas Kesehatan, Dinas Peternakan, Dinas Pendidikan dalam mengadakan koordinasi membahas langkah antisipasi flu burung di lingkungan masyarakat dinilai oleh 77,44% responden pelajar dan 84,84% responden orang tua sangatlah rendah. Hanya 1% dari responden pelajar dan bahkan tidak ada responden orang tua yang menyatakan bahwa pihak-pihak yang bersangkutan selalu melakukan kegiatan tersebut.

ABSTRAK

Maharsi D.A, dkk. 2005. Pengaruh Campuran Ekstrak Biji Pinang-Bawang Putih, Bawang Putih-Sirih, Sirih-Biji Pinang Terhadap Larva Nyamuk

Demam berdarah kembali meresahkan warga Indonesia dengan korban yang tidak sedikit dari tahun ke tahun. Baik pemerintah pusat maupun masyarakat telah melakukan berbagai upaya penanggulangan wabah demam berdarah ini, contohnya melalui gerakan 3M dan pemberantasan nyamuk 30 menit yang terbaru.
Selain melalui gerakan 3M dan pemberantasan nyamuk 30 menit, pemberantasan larva-larva nyamuk juga dilakukan dengan pemakaian obat-obat kimia. Obat-obat tersebut memiliki efek samping dan zat aktif lainnya yang tidak jarang dapat mengganggu kesehatan manusia. Oleh karena itu, diperlukan adanya obat alternatif larva yang tidak mengandung zat-zat kimia dan dapat membasmi atau membunuh larva nyamuk.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya campuran ekstrak biji pinang-bawang putih, bawang putih-sirih, sirih-biji pinang pada larva nyamuk. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 8 September-26 Oktober 2005 dan bertempat di MTsN Malang 1. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini verupa pemberian campuran ekstrak biji pinang-bawang putih, bawang putih-sirih, sirih-biji pinang pada larva nyamuk dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% pada setiap ekstraknya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campuran ekstrak yang paling banyak membunuh larva nyamuk adalah campuran ekstrak bawang-pinang dengan konsentrasi 15%, terbukti dari 93% larva mati, dan sirih-bawang dengan konsentrasi 15% yaitu sebesar 97% larva mati. Sementara, meskipun campuran ekstrak pinang-sirih dapat membunuh larva nyamuk, namun prosentasenya jauh lebih kecil daripada larva yang masih hidup yaitu hanya sebesar 7% pada konsentrasi 10% dan 20% pada konsentrasi 5%.

Kata-kata kunci: Campuran Ekstrak Biji Pinang-Bawang Putih, Bawang Putih-Sirih, Sirih-Biji Pinang, Larva Nyamuk

ABSTRAK

Ekaputri Z, dkk. 2005. Bentuk Pola Umum Sidik Jari Siswa Berprestasi di Kota Malang

Sidik jari merupakan suatu kesan yang dibuat oleh jari manusia. Sidik jari merupakan bukti materi yang amat penting. Sidik jari banyak digunakan untuk mengungkap identitas seseorang, karena tak ada sidik jari yang identik di dunia ini sekalipun diantara dua saudara kembar. Dan karena itu, sidik jari dapat digunakan sebagai metode pengidentifikasian yang akurat.
Sidik jari sangat berguna bagi polisi untuk menemukan atau mengetahui pelaku kejahatan dari sidik jarinya. Bahkan, di masa depan akan ada alat sensor yang dapat mengidentifikasi sidik jari kita untuk menggunakan ATM. Jadi, kita tidak perlu mengingat nomor PIN.
Manusia memiliki kecerdasan. Kecerdasan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya mungkin berbeda. Hal itu disa disebabkan oleh lingkungan, gizi, genitas, dan lainnya. Orang yang cerdas, juga sama seperti manusia yang lainnya, hanya saja mereka unggul dalam kecerdasannya. Dan mereka juga memiliki sidik jari. Sidik jari dapat dikelompokkan dalam empat golongan utama, yaitu: loop, arch, mixed, dan whorl. Jika ini terbukti, kita dapat mengatakan bahwa anak yang memiliki sidik jari “x” berpotensi menjadi anak yang berprestasi. Maka, kami melaksanakan penelitian terhadap bentuk sidik jari siswa-siswi berprestasi di Kota Malang untuk mengungkap apakah ada kaitannya antara bentuk sidik jari secara umum pada siswa yang berprestasi.
Penelitian tersebut kami laksanakan mulai tanggal 19 – 30 November 2005. Pustaka yang digunakan berupa situs-situs internet. Sampel jari yang diambil adalah ibu jari, jari tengah, dan jari manis yang diambil dari 127 siswa berprestasi akademik. Sehingga keseluruhan sidik jari berjumlah 381. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sidik jari loop lebih mendominasi pola umum sidik jari siswa berprestasi di Kota Malang dengan presentase 71%, sementara whorl dan arch masing-masing 26% dan 3%.

Kata-kata kunci: Sidik jari, kecerdasan, siswa berprestasi

ABSTRAK

Risma, dkk. 2006. Identifikasi sidik jari orang tua siswa siswi berprestasi.
Sistem pengidentifikasiaan sidik jari dulu hanya digunakan dikalangan aparat keamanan untuk menemukan jati diri korban atau tersangka kejahatan. Kini, kegunaannya telah bergeser hingga ke perusahaan perusahaan komersial.
Sidik jari adalah kulit pada telapak tangan dan kaki yang tertutupi garis timbul kecil yang disebut rabung gesekan (friction ridges). Jika kita memegang benda, rabung akan memudahkan keringat, minyak dan asam amino yang ada diatas kulit sehingga garis rabung itu akan meninggalkan pola khas pada benda yang kita pegang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikassi sidik jari para orang tua dari siswa-siswi berprestasi dalam lingkup MTsN Malang I. Penelitian ini di mulai pada tanggal 17 November 2005 hingga 12 Januari 2006 pada orang tua siswa-siswi berprestasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sidik jari tiap-tiap orang berbeda. Bahkan dengan anak mereka sendiri. Tidak ada seorang pun yang memiliki sidik jari yang sama dengan orang lain. Sidik jari setiap orang adalah khas bagi dirinya sendiri walaupun keluarga mungkin hanya jenisnya saja yang sama tetapi ruasnya berbeda.

Kata kunci : sidik jari, rabung gesekan, friction ridges, finger print.

ABSTRAK

Sastaviyana A, dkk. 2005. Persepsi Siswa Kelas 1 Terhadap KBK dan Kesiapan Guru Terhadap Penggabungan Pelajaran Pengetahuan Alam dan Pengetahuan Sosial

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi ternyata membawa kita agar mencari upaya sistematis untuk mewaspadainya. Pasar bebas di wilayah Asia yang ditandai dengan munculnya AFTA memaksa negara Indonesia siap bersaing dalam segala aspek. Tak ketinggalan, kurikulum nasional juga diperbaiki untuk memenuhi tuntutan zaman dan segala kemajuannya. Karena itu dipilihlah KBK yang pada awal tahun pelajaran 2004/2005 lalu sudah mulai diterapkan dalam pembelajaran di kelas.
Dalam penelitian ini, penyusun mencoba untuk mengetahui pendapat para siswa yang telah memakai KBK sebagai kurikulum resmi tentang penerapannya dalam pembelajaran. Selain itu, kami juga membahas tentang kesiapan guru Pengetahuan Alam dan Pengetahan Sosial terhadap penggabungan mata pelajaran yang mereka ajarkan. Selama ini mungkin kedua hal di atas merupakan pertanyaan yang biasa diajukan bapak atau ibu guru, namun kami mencoba untuk melihat dari sisi lain yakni siswa yang dalam kurikulum ini menjadi subjek dalam pembelajaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa kelas 1 MTsN Malang I tentang penerapan KBK dan persepsi mereka tentang penggabungan pelajaran Pengetahuan Alam dan Pengetahan Sosial beserta kesiapan gurunya. Penelitian ini dilakukan di MTsN Malang I, mulai tanggal 10-29 Maret 2005. Rancangan penelitian yang digunakan yakni penelitian survei dengan memberikan gambaran yang ada di lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh siswa kelas 1 MTsN Malang I telah mengetahui bergantinya kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004 atau KBK. Sementara itu, sebagian besar dari mereka juga lebih senang dengan adanya penggabungan pelajaran pengetahuan alam dan pengetahuan sosial tetapi masih merasakan kurangnya kesiapan guru dalam menghadapinya. Dan itu memberikan pengaruh negatif pada proses pembelajaran.

Februari 5, 2007 at 2:07 am 2 komentar

Analisis Keanekaragaman Odonata di Aliran Sungai Cuban Talun dan Cuban Rondo Kabupaten Malang. (1) Sutirjo, (2), Bagyo Yanuwiadi (3) Edi Widjajanto

CapungABSTRAK

Uji Preferensi Pengendalaian Nyamuk dengan menggunakan Capung: Orthetrum sabina dan Pantala flavescens.(1) Sutirjo, (2) Sutiman, B.S, (3) Edi Widjajanto

Penyakit parasitik misalnya demam berdarah dan malaria sampai saat ini masih merupakan salah satu penyakit infeksi yang berbahaya. Hampir 300-5000 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dengan kematian 1,5-2,7 juta tiap tahun. Akibat yang kurang menguntungkan dari penggunaan larvisida itulah yang memacu dikembangkan jasad hayati. Kehadiran populasi predator Odonata di daerah tertentu digunakan sebagai alternatif untuk mengetahui populasi nyamuk sebagai vektor penyakit di daerah tersebut. Sehingga peluang penggunaan predator Odonata sebagai pengendali vektor penyakit melalui nyamuk masih terbuka, sebab Odonata sebagai predator dalam sehari mampu menangkap nyamuk 300-600 ekor.
Penelitian terhadap efisiensi pengendalian terhadap vektor larva nyamuk dengan menggunakan Odonata selama ini masih terbatas pada tataran larva dan hasil tingkat pemangsaan spesies Odonata terhadap larva nyamuk sangat besar, terutama Pantala flavescens. Pantala flavescens adalah pemangsa yang paling efektif terhadap Aedes aegypti (76,1%) dan Culex quinquefasciatus (64,63%).
Untuk mengungkap tingkat pemangsaan Orthetrum sabina dan Pantala flavescens terhadap nyamuk Culex dan Aedes maka dirumuskan masalah bagaimana preferensi Spesies Capung: Orthetrum sabina dan Pantala flavescens terhadap nyamuk Culex dan Aedes. Penelitian ini memiliki dua variabel bebas yaitu Orthetrum sabina dan Pantala flavescens serta satu variabel terikat yaitu nyamuk. Pengumpulan data diperoleh dengan menghitung prosesntase nyamuk, kupu-kupu, dan belalang yang dimangsa oleh setiap Pantala flavescens atau Orthetrum sabina dianalisa dengan menggunakan rumus prosentase pemangsaan.
Hasil uji preferensi Orthetrum sabina dan Pantala flavescens dewasa terhadap nyamuk Culex dan Aedes, yang sudah peneliti lakukan menunjukkan tingkat pemangsaan yang besar. Hasil pemangsaan Orthetrum sabina terhadap nyamuk Culex dan Aedes sebesar 82,76% dan 84,97%. Tingkat pemangsaan Pantala flavescens terhadap nyamuk Culex dan Aedes sebesar 84,52% dan 84,51%.
Adapun uji pemangsaan dengan memberikan makanan Odonata yang lebih bervariasi menunjukkan jumlah pemangsaan yang tetap besar terhadap nyamuk. Jumlah nyamuk Culex , Aedes, dan kupu-kupu yang dimangsa oleh Orthetrum sabina sebesar 86,94% dan 81,54%, dan 16,67%. Tingkat pemangsaan Pantala flavescens terhadap nyamuk Culex , Aedes, dan kupu-kupu sebesar 89,97%, 83,85%, dan 8,33%. Dari hasil uji pemangsaan tersebut selanjutnya dilakukan uji T dan hasilnya untuk Culex dan Aedes pada Orthetrum sabina yaitu berbeda nyata begitu juga untuk Culex dan Aedes pada Pantala flavescens.
Untuk itu penggunaan Odonata sebagai kontrol biologi terhadap vektor penyakit parasitik atau untuk mengetahui keterkaitan dengan populasi nyamuk sebagai vektor penyakit di kota Malang sangat layak untuk dilakukan. Kebiasaan Odonata hidup pada habitat yang bersih dan bersifat sebagai predator dengan tingkat pemangsaan yang besar terhadap berbagai larva dan nyamuk dewasa memiliki peluang untuk dijadikan kontrol biologi terhadap vektor nyamuk yang terkait dengan penyakit parasitik.

Kata-kata Kunci: Uji Preferensi, Pengendalaian Nyamuk, Capung,Orthetrum sabina dan Pantala flavescens

ABSTRAK
Analisis Keanekaragaman Odonata di Aliran Sungai Cuban Talun dan Cuban Rondo Kabupaten Malang. (1) Sutirjo, (2), Sutiman, B.S, (3), Bagyo Yanuwiadi (4) Edi Widjajanto

Di daerah tropika seperti Indonesia diperkirakan terdapat komunitas biologi yang sangat besar. Minim sekali data tentang jenis-jenis tumbuhan dan hewan yang dimiliki. Odonata adalah salah satu kekeyaan Indonesia yang jarang mendapatkan perhatian, baik dari sudut peran atau pemanfaatannya.
Selama ini kajian dan optimalisasi insekta khususnya Odonata jarang dilakukan secara lebih mendalam. Keberadaan dan jenis Odonata yang ada di Indonesia, baru sebagaian kecil saja yang teridentifikasi artinya kajiannya masih sangat minim dan belum berkembang. Kajian tentang Capung baik sebatas sebagai sebuah pengetahuan atau pemanfaatan lainnya di Indonesia khususnya di Malang masih perlu dioptimalkan.
Untuk mengungkap bagaimana Diversitas Odonata di Aliran Sungai Cuban Talun dan Cuban Rondo Malang maka dirumuskan masalah sebagai berikut:bagaimana indeks keanekaragaman, indeks dominansi dan kekayaan Odonata di Aliran Sungai Cuban Talun dan Cuban Rondo Malang? Penelitian ini termassuk deskriptif ekploratif yang ingin mengungkap jenis-jenis Odonata di Aliran Sungai Cuban Talun dan Cuban Rondo Malang. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan petak-petak pengamatan dengan metode sampling dengan teknik transek.
Dari hasil penelitian ditemukan jenis-jenis spesies Odonata di aliran sungai Cuban Talun yaitu 18 spesies meliputi: Orthetrum Sabina, Pantala flavescens, Calopteryx amata, Diplacodes melanopsis, Libellula incesta, Orthemis discolour, Potomarcha congener, Diplacodes trivalis, Calopteryx maculate, Rhynocypha bisignata, Crocothemis nigrifrons, Orthemis ferruginea, Agriocnemis argentea, Argia cuprea, Amphiagrion saucium, Argia apicalis, Gomphus militaris dan Lestes disjunctus. Adapun jenis-jenis Odonata di aliran sungai Cuban Rondo ada sembilan spesies meliputi: Agriocnemis argentea, Corcothemis servilia, Crocothemis nigrifrons, Diplacodes melanopsis, Enallagma exsulans, Orthetrum Sabina, Pantala flavescens, dan Rhynocypha bisignata.
Indeks keanekaragaman Odonata di aliran sungai Cuban Talun sebesar 2,71, kemerataan sebesar 0,53 dan kekayaan sebesar 26,13. Sedangkan indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan di aliran sungai Cuban Talun masing-masing sebesar 2,03, 0,47, dan 18,17. Indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan di aliran sungai Cuban Talun lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang ditemukan di aliran sungai Cuban Rondo.
Nilai kepadatan tertinggi jenis-jenis Odonata di aliran sungai Cuban Talun, ditemukan pada Orthetrum sabina sebesar 0,57/m2, dan kepadatan terendah pada Gomphus militaris. Nilai kepadatan tertinggi dan terendah di lokasi tersebut diikuti juga dengan nilai indeks dominasi tertinggi dan terendah pada spesies yang sama. Kepadatan tertinggi dan indeks Dominansi tertinggi di aliran sungai Cuban Talun pada Pantala flavescens sebesar 0,46 dan 0,069. Sedangkan kepadatan terendah dan indeks dominansi terendah pada Diplacodes trivalis sebesar 0,11 dan 0,004.
Berdasarkan temuan di atas maka perlu adanya pengembangan penelitian lanjutan yang lebih mendalam pada rentang waktu dan daerah yang lebih luas untuk mengetahui dinamika populasi jenis–jenis Odonata serta potensi peran dari jenis – jenis Odonata di Malang di masa mendatang.

Kata-kata Kunci: Analisis, Keanekaragaman, Odonata, Cuban Talun, Cuban Rondo

ABSTRAK

Diversitas Odonata dan Nyamuk di Perumahan Malang, Sebuah Studi Peran Odonata sebagai Predator (1) Sutirjo (2), Sutiman, B.S, (3), Bagyo Yanuwiadi (4) Edi Widjajanto

Selama ini kajian dan optimalisasi insekta khususnya Odonata jarang dilakukan secara lebih mendalam, utamanya di daerah perumahan. Begitu juga studi dinamika keberadaan nyamuk di perumahan Malang masih belum terungkap. Studi dinamika Odonata dan nyamuk secara bersama-sama baik sebatas sebagai sebuah pengetahuan atau pemanfaatan lainnya di Malang, khususnya di perumahan masih perlu dioptimalkan.
Untuk mengungkap bagaimana Diversitas Odonata dan nyamuk di Perumahan Malang maka dirumuskan masalah sebagai berikut:bagaimana kepadatan di perumahan Malang? Penelitian ini termasuk deskriptif ekploratif yang ingin mengungkap diversitas dan hubungan Odonata dengan nyamuk di perumahan Malang. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan petak-petak pengamatan dengan metode sampling dengan teknik transek.
Dari hasil penelitian ditemukan jenis-jenis Odonata yang ditemukan di perumahan Malang terdiri dari dua marga yaitu Pantala dan Orthetrum. Dari dua marga tersebut terdiri dari dua spesies yang selalu ditemukan di perumahan Malang yaitu Pantala flavescens dan Orthetrum sabina. Nilai kepadatan tertinggi jenis-jenis Odonata di perumahan Malang yaitu pada Orthetrum sabina sebesar 0,75/m2, dan Pantala flavescens sebesar 0,67/m2 di perumahan Tidar. Kepadatan terendah Orthetrum sabina dan Pantala flavescens sebesar 0,04/m2 dan 0,01/m2 pada perumahan Sawojajar dan Purikartika.
Diversitas nyamuk yang ditemukan di perumahan Malang terdiri dari dua marga yaitu Culex dan Aedes. Adapun nilai kepadatan tertinggi dari marga nyamuk Aedes dan Culex sebesar 0,05/m2 dan 6,55/m2 di perumahan Sawojajar. Kepadatan terendah pada marga Culex sebesar 0,01/m2 di perumahan Sawojajar.
Jumlah kepadatan total jenis-jenis Odonata tertinggi di perumahan Malang yaitu di perumahan Tidar sebesar 1,43/m2 dan kepadatan Odonata terendah di perumahan Sawojajar sebesar 0,05/m2. Adapun kepadatan total nyamuk tertinggi di perumahan Sawojajar yaitu sebesar 6,6/m2 dan kepadatan nyamuk terendah di perumahan tidar sebesar 0,01/m2
Berdasarkan temuan di atas maka pengembangan penelitian lanjutan ke arah hubungan dinamika populasi Odonata dan nyamuk yang lebih mendalam penting dilakukan. Utamanya penelitian yang akan mengungkap potensi peran dari jenis – jenis Odonata di Malang di masa mendatang yang dikaitkan dengan kemampuan sebagai predator.

Kata-kata Kunci: Diversitas,Odonata, Nyamuk, Perumahan Malang, Predator

Februari 5, 2007 at 1:33 am 2 komentar

MENUJU UN 2007 YANG HALAL!

“VIRUS 5,0 & ERA OTAK KIRI”

Sutirjo

Dilematis Stadarisasi Mutu Pendidikan Nasional
Flu burung yang disebabkan oleh virus (Avian influenza/AIsub tipe H5N1), ternyata memiliki keunikan tersendiri. Hal ini karena virus tersebut diduga sudah mengalami perubahan sehingga muncul variasi baru. Artinya ada “kemajuan” dari variasi virus dalam hal menyerang dan menimbulkan dampak yang lebih mematikan pada kelompok unggas, khususnya ayam. Keresahan dan ketakutan lainnya adalah virus flu burung dapat juga menyerang pada hewan lainnya, misalnya kucing bahkan manusia.
Keresahan demi keresahan terus beruntun terutama dunia bisnis peternakan ayam, makanan yang pasokan utamanya adalah ayam, dan kematian manusia yang diakibatkan oleh penyakit flu burung. Pada akhirnya wabah flu burung menyebabkan “flu” di bidang perekonomian secara makro, kesehatan, dan ketakutan global. Hal menarik dari ilustrasi di atas adalah adanya perubahan sebuah variasi dari virus flu burung menuju pada pencapaian variasi yang lebih berbahaya dan menimbulkan kecemasan dan keresahan yang luar biasa. Lantas apa kaitannya dengan dunia pendidikan kita? Dunia pendidikan kita sekarang sedang dilanda keresahan dan kebingungan berkaitan dengan akan hadirnya serangan virus di tahun 2007. Virus tersebut adalah virus ”5,0” dan ”4,25” dan sekedar mengingatkan bahwa virus ”5,0” atau ”4,25” adalah generasi baru dari ”4,5 dan 4,25, sedangkan untuk virus ”4.25” atau ”4.5” merupakan regenerasi dari “virus 4.01” yang juga hasil mutasi dari “virus 3.01”.
Virus 3.01 sebelumnya pernah mewabah di tahun 2002-2003 terhadap otak-otak para siswa dengan label standarisasi mutu pendidikan nasional yang diawali dengan dikeluarkanya surat keputusan Mendiknas No. 17/U/2003 Tentang Ujian Akhir Nasional menyebutkan, siswa yang mengikuti UAN berhak memperoleh STTB dan bagi yang lulus berhak mendapatkan Surat Tanda Kelulusan (STK).
Beda lagi dengan virus 4,25 atau 4.50 yang melanda di tahun 2006 dengan justifikasi syarat lulus siswa-siswa untuk ke jenjang selanjutnya. Hal ini dikuatkan Peraturan Pemerintah (PP) No 19/2005 tentang standar nasional pendidikan dengan anggaran dana Rp 240 miliar untuk penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2006 jenjang SMP dan SMA/SMK seluruh Indonesia. Dalam hal ini penyelenggaraan UN menjadi kewenangan tim independen yakni BSNP.
Persyaratan kelulusan bagi siswa yang diwajibkan oleh pemerintah di tahun tesebut meliputi tiga hal. Untuk dinyatakan lulus, maka siswa harus memiliki nilai lebih dari 4,25 untuk setiap mata pelajaran yang diujikan, dan rata- rata nilai ujian nasional lebih dari 4,50. Sedangkan untuk tahun pelajaran 2006-2007 kreteria Kriteria Kelulusan Ujian Nasional :
a. Memiliki nilai rata-rata minimum 5,0 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan dengan tidak ada nilai di bawah 4,25, atau
b. Memiliki nilai minimum 4,0 pada salah satu mata pelajaran, dengan nilai pada dua mata pelajaran lainnya masing-masing minimal 6.0
Hal yang urgen di saat wabah virus 5,0 ini yaitu memiliki beberapa gejala dan ciri spesifik. Misalnya sasaran utama serangan adalah siswa, tetapi imbas gejala keresahan melanda kepala sekolah beserta civitasnya dan orang tua. Ciri spesifik dari serangan virus 3,01 di tahun 2002-2003 berbeda dengan virus yang menyerang di tahun 2005-2006. Di tahun 2002-2003 lalu memiliki efek yaitu siswa yang tidak lulus diberi kesempatan untuk melakukan ujian ulang dan nilai praktek dan tulis yang diujikan secara nasional digabung.
Bagaimana dengan kehadiran virus 4.01 atau 5,0? Berikut ini dipaparkan secara singkat efek yang ditimbulkan dari setiap jenis virus di tiap tahun yang berbeda. Untuk UN tahun 2003-2004, di awali dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 153/U/2003, tentang Ujian Akhir Nasional. Isi dari keputusan menteri tersebut menyatakan peserta UAN 2004 dinyatakan lulus apabila memenuhi dua syarat akademis.
Pertama mengantongi nilai semua mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Kedua tidak ada nilai kurang dari atau sama dengan 4.00 atau nilai minimal adalah 4.01. Ciri atau warning dari virus generasi ke dua ini yaitu peserta ujian yang tidak memenuhi ke dua syarat tersebut berarti tidak lulus dan tidak diperkenankan melanjutkan pada jenjang di atasnya serta wajib mengulang di kelas tiga. Hal lainnya yaitu hasil nilai praktek dan tulis dipisah.
Efek dari serangan virus 4.25 atau 4,50 jauh lebih dahsyat selain nilai UN harus lebih besar dari 4,25 untuk setiap mata pelajaran dan nilai rata-rata harus lebih besar dari 4,50, maka tidak ada ujian susulan. Artinya siswa yang tidak lulus tidak diperkenankan untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya.
Bagaimana dengan efek serangan virus 5,0 dan 4,25 di tahun 2006-2007 ini? Seperti yang telah diungkap di atas bahwa nilai rata-rata minimum 5,0 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan dengan tidak ada nilai di bawah 4,25, atau memiliki nilai minimum 4,0 pada salah satu mata pelajaran, dengan nilai pada dua mata pelajaran lainnya masing-masing minimal 6.0 dan tidak ada ujian susulan. Artinya siswa yang tidak lulus tidak diperkenankan untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya atau mungkin tidak ada lagi peluang adanya Paket B atau C seperti di tahun 2006.

Bersiap-siaplah! Mungkin itu kata-kata yang tepat bagi siswa, orang tua, guru, dan sekolah dalam menyongsong implementasi standarisasi pendidikan untuk menentukan kelulusan di tahun 2007.
Walaupun filosofi dan tujuan dari rencana implementasi ketentuan kelulusan tersebut sudah dikaji secara mendalam, tetapi ada beberapa hal yang mungkin layak untuk didiskusikan. Agar tujuan yang “baik” untuk memecahkan masalah pendidikan justru tidak memunculkan masalah baru yang lebih pelik. Masalah yang perlu diperbincangkan dengan semangat untuk membenahi dan mencapai yang lebih optimal akan dipaparkan berikut ini.
Realitis. Realita yang dimaksud adalah kondisi nyata dari dunia pendidikan itu sendiri, meliputi kesiapan civitas akademik dan masyarakat, kualitas proses pendidikan, realita banyaknya faktor dan parameter mutu pendidikan sendiri. Mutu pendidikan tentunya dapat diindikasikan oleh beberapa hal, misalnya proses pendidikan itu sendiri tetapi mengapa meningkatkan mutu pendidikan hanya dilihat dari meningkatkan batas minimum kelulusan siswa tampa memperhatikan keunikan dan kecerdasan majemuk siswa?
Layanan yang tidak sama dari pemerintah terhadap dunia pendidikan justru dievaluasi dengan parameter yang ’standar’ atau ’ seragam’. Masalah yang kompleks dalam dunia pendidikan hanya dipecahkan dengan memberikan tiga alternatif soal sulit, sedang, dan mudah. Mestinya adalah bagaimana memberikan layanan yang mendekati seimbang terhadap pendidikan yang ada di Indonesia, baru berbicara masalah standarisasi. Ilustrasinya adalah dua orang pelari marathon, pelari pertama diberi gizi dan latihan yang memadai. Pelari kedua tidak didukung dengan gizi yang baik dan latihannya tidak memadai, lantas kedua pelari diadu berlari untuk mencapai batas finish ’lulus’ yang sama. Adilkah apa yang dilakukan?
Dapat ditebak jika kebijakan itu diterapkan maka pasti daerah-daerah yang panen raya ’tidak lulus’nya adalah daerah konfilk Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Tengah, Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Bengkulu. Sekedar mengingatkan pada ujian Nasional tahun 2004-2005 prosentase ketidaklulusan meningkat yaitu: siswa SMP sederajat yang tidak lulus 6,96 persen, naik menjadi 14 persen. Demikian juga dengan siswa SMA yang tidak lulus sebesar 9,22 persen, meningkat menjadi 22 persen. Nah…justru di tahun pelajaran 2005-2006 tingkat kelulusannya tinggi, pertanyaanya adalah apakah itu murni atau menggunakan ’jurus mabok’? Apakah perkiraan tingkat kelulusan yang tinggi di tahun 2005-2006 tersebut juga berlaku untuk UN 2006-2007?
Justru yang dikhawatirkan adalah pembengkakan dari jumlah siswa yang tidak lulus untuk tahun mendatang, utamnya di daerah konflik. Mungkinkah perkiraan siswa yang tidak lulus mencapai 30-35 persen atau sebaliknya justru tingkat kelulusanya mencapai 99,…..sekian persen? Mungkin saja tingkat ketidak lulusannya tinggi apabila sekolah tidak serius mempersiapkan siswanya secara baik, atau tingkat kelulusannya tinggi sedangkan proses dan realitanya dalam pembelajaran sehari-hari di sekolah tidak mencerminkan kelulusan yang 99% tersebut. Dugaan tersebut didasarkan pada realita kondisi sekolah-sekolah yang notabene masih sangat memprihatinkan terutama sekolah swasta di daerah pinggiran dan konflik. Cukup siapkah mereka mengimplementasikan kebijakan tersebut dengan JUJUR dan HALAL? Bagaimana dengan aplikasinya di daerah konflik atau pedalaman, apakah standarnya juga sama? Mereka mau sekolah saja sudah untung!
Kita tidak mengharapkan kebijakan standarisasi mutu pendidikan nasional yang obsesinya sebagai faktor ‘penggertak’ atau ‘pendorong’ mutu pendidikan justru hasilnya malah menjadi faktor ‘penghambat’. Utamanya pada pelaksanaan proses belajar mengajar pada makna pemberdayaan dan program wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah, baik itu yang terkait dengan KBK atau KTSP.
Sebagai bahan renungan bahwa sepanjang pelaksanaan sejarah Ebtanas hasil yang diperoleh selama kurun waktu enam tahun ajaran hasilnya sangat memprihatinkan. Mengapa? Perhatikan saja nilai rata-rata NEM Nasional siswa SLTP/MTs selama enam tahun ajaran 1999/1991 hingga 1995/1996 hanya sebesar 5,37 sedangkan untuk tingkat SMA/MA dalam rentang waktu yang sama nilai rata-rata NEM hanya 5,09 (Budiarjo, 2003). Adapaun jika hasil UN di tahun 2005-2006 justru terjadi peningkatan yang tinggi masih perlu dipertanyakan secara jujur tingkat akuntabilitasnya.
Angka-angka tersebut diperoleh pada kondisi perekonomian yang relatif masih sehat yaitu sebelum terjadinya badai krisis multi dimensi yang berkepanjangan semenjak tahun 1997. Apabila Nilai rata-rata NEM yang dicapai diseluruh pelosok tanah air sebelum krisis ekonomi saja sudah sedemikian parah dapatkah dibayangkan bagaimana nilai rata-rata NEM anak bangsa ini pasca badai krisis yang tak berujung ini? Tentunya sangat mengkhawatirkan, sehingga logis jika peluang siswa siswa yang tidak lulus persentasenya membengkak jika dilaksanakan dengan ’jujur’ tanpa adanya keterlibatan ’tim sukses’ atau menggunakan ‘JURUS MABOK’

Standarisai Mutu Pendidikan Versus Wajar
Kebijakan peningkatan mutu pendidikan versus kebijakan WAJAR sembilan tahun. Apakah tidak kontra produktif apabila kebijakan ini benar-benar sudah digelindingkan? Perhatikan saja stigma dari persyaratan kelulusan siswa, apabila siswa tersebut dinyatakan tidak lulus dalam ujian akhir nasional maka siswa tersebut tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bahasa sederhananya tinggal di kelas tiga atau mengulang di kelas tiga. Seandainya mengulang lagi tidak lulus, apa tindakan selanjutnya agar tidak terjadi sindrom siswa abadi.
Lantas mau dikemanakan anak-anak yang tidak lulus tersebut jika tidak mampu mengulang di kelas tiga karena alasan biaya. Artinya anak tersebut sekolahnya hanya berobsebsi sebatas lulus SMP atau SMA, dengan alasan faktor ekonomi. Apakah hal itu sudah diperhitungkan?
Konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi pendidikan dengan dihapuskannya ebtanas SD/MI satu sisi itu dianggap sebagai sebuah kemajuan, karena kebijakan Ebtanas jika disinkronkan dengan program wajar sembilan tahun menjadi dilematis. Sebelumnya hasil Ebtanas SD/MI digunakan tiket untuk ke SLTP/MTs, begitu juga dengan Ebtanas SLTP/MTs berfungsi sebagai tiket ke SMA/MA dan sekarang ternyata fungsinya bertambah sebagai salah satu prasyarat lulus atau tidaknya siswa tersebut.
Ternyata kelegaan penghapusan Ebtanas SD/MI tahun ajaran 2001-2002, tidak diikuti kelegaan yang lebih besar dengan ditiadakannya Ebtanas SLTP dan SMA malah memperkokoh dan memperkuat daya tekan fungsi nilai Ebtanas/UAN/UN. Ironisnya yang menjadi algojo anak itu lulus atau tidak esensialnya hanya tiga bidang studi (bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Matematika). Sebelumnya kita berharap penghapusan Ebtanas tersebut menjadi momentum dan pintu masuk pemahaman yang benar dan seharusnya tentang praksis pendidikan, yang mengarah pada evaluasi proses sesungguhnya. Bukan hanya pada penilaian logis matematis dan kemampuan linguistik. Terus siswa yang memiliki kemampuan atau kecerdasan selain dua bidang tersebut apa tidak ada ruang dan penghargaan?
Sebelum kebijakan tersebut diimplementasikan seharusnya sudah dengan asumsi sistem pendidikan nasional sudah menerapkan School Base Menejement, dewan sekolah, komite sekolah/majelis madrasah sudah berjalan dengan baik sehingga aplikasi dari program tersebut tidak mengalami kendala. Persoalannya adalah menejemen berbasis sekolah dan komite sekolah selama ini hanya terbatas dalam bahasa ‘gaul’ bukan dalam kata kerja. Akankah kondisi ini mampu menopang kebijakan pemerintah tersebut?
Setiap kebijakan pasti memiliki implikasi termasuk keresahan dipihak sekolah yang tidak siap, siswa, dan orang tua dengan membengkaknya biaya ekstra. Pihak lain yang justru lebih tersenyum adalah ‘larisnya lembaga bimbingan belajar’ dan penjualan buku-buku persiapan UN. Perhatikan saja anak-anak saat berangkat ke sekolah dengan membawa buku yang tebal “Jurus UN” atau “Siap UN”. Begitu juga efek terhadap para pendidik, justru mengarahkan pada ’Pendidik Peramal’ UN bukan pendidik kreatif.
Padahal sebelumnya dipertanyakan urgensi lembaga bimbingan belajar di tengah-tengah penghapusan Ebtanas, tetapi kini mendapat angin segar kembali. Fenomena perilaku sekolah, guru, orang tua, dan bimbingan belajar menjelang UN apalagi dengan konsekuensi ‘tidak lulus’ pasti lebih semarak dan tidak mendidik. Sulit berharap adanya proses dan pemberdayaan yang memadai bagi siswa, tetapi yang terpenting sekarang sepertinya bagaimana siswa itu mampu menjawab soal.
Walaupun dengan segala kendala yang akan menerpa kebijakan standarisasi mutu pendidikan menurut Dikdasmen harus tetap jalan bahkan mulai sekarang kita harus berani untuk mencoba dan memulainya. Kami di tataran lapangan oke-oke saja untuk mencoba tetapi bagaiman jika fasilitas dan kepedulian yang diberikan pemerintah terhadap dunia pendidikan masih sangat minim apakah itu imbang, bagaimana…?
Bergesernya Orentasi Pendidikan. Makna bergeser ini dapat bergerak ke arah positif atau sebaliknya. Pelaksanaan UN kurang beberapa bulan, tetapi gaungnya sudah mulai dirasakan oleh pihak sekolah terutama guru bidang studi UN di kelas tiga. Memasuki pertengahan semester II untuk siswa kelas tiga, rata-rata materi pelajaran sudah “selesai” atau jika belum selesai, dianggap sudah selesai dengan cara “instan”.
Semua waktu yang tersedia akhirnya terkosentrasi sepenuhnya untuk latihan soal UN atau “drill soal”. Tekniknya beraneka ragam ada yang secara khusus mengkoleksi dan memberikan latihan soal untuk siswa yang notabene dianggap baik atau mengkombinasi dengan tambahan jam. Nama program musiman inipun bervariasi, misalnya pondok UN yang di dalamnya hanya berisi dril soal-soal UN.
Dari fenomena perilaku tersebut di atas beberapa hal yang menarik untuk dikritisi. Dilematisnya sikap sekolah dan guru, dalam hal ini sekolah mau tidak mau, dituntut agar NEM siswanya baik, agar sekolahnya mendapat predikat sekolah yang bagus atau lulus 100%, akhirnya dibentuklah ’Tim sukses’. Di sisi lain jika tuntutan itu dituruti dengan kurang bijaksana dan kritis, maka proses, makna, dan tujuan pembelajaran itu sendiri menjadi kabur, bergeser, bahkan terabaikan karena anak hanya belajar menjawab soal dan peran itu tak ubahnya seperti peran lembaga bimbingan belajar. Sungguh tidak mencerdaskan dan wajah pendidikan kita adalah wajah ’bimbingan belajar’
Memang tugas pendidik yang mengajar kelas tiga serba repot, karena jika nilai NEM siswanya bagus, dikatakan “ hal itu karena siswanya yang pandai” atau “diaku” oleh lembaga bimbingan belajar swasta, peran guru tidak muncul. Namun jika siswanya mendapat nilai NEM yang kurang bagus, maka gurulah orang pertama yang dituding sebagai penyebab kegagalan. Ironis.
Lebih ironis lagi, munculnya sikap dan pandangan bahwa tidak menjadi soal yang memperoleh nilai NEM tertinggi hanya satu orang, sedangkan yang lain jelek semua toh realita yang ada di masyarakat publikasi yang muncul hanyalah nilai NEM tertinggi. Efek selanjutnya adalah pandangan dan tujuan masyarakat akhirnya tersedot ke sekolahan itu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa nilai NEM tetap “dituhankan” di mata masyarakat, tentunya ini menambah deretan panjang tentang kelemahan dari pelaksanaan sistem UN reinkarnasi dari UAN dan hasil mutasi dari EBTANAS.
Orientasi dan kreatifitas para guru boleh jadi akan bergeser, bukan lagi bagaimana menentukan strategi dan metode-metode baru yang efektif dan adaptif. Justru kepiawaian ’meramal UN’ mengoleksi soal dalam memprediksi soal-soal UN dengan acuan kisi-kisi yang sudah diedarkan, sehingga secara tidak sadar guru mengajarkan kepada peserta didiknya menjadi “peramal UN”.
Tujuan mendasar dan kemampuan yang ingin dicapai dalam pendidikan seperti yang dituangkan dalam UU No:3 tahun 2003 menjadi bergeser. Proses pendidikan seharusnya mampu mengembangkan sikap, kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup di tengah-tengah masyarakat. Berubah menjadi kemampuan dasar siswa menjawab soal-soal yang cenderung bersifat tertutup.
Dampak selanjutnya adalah kemampuan daya nalar siswa dipastikan lemah. Jika perilaku yang kurang mendidik ini, memang kita lestarikan maka tidak salah jika lembaga sekolah tidak jauh berbeda dengan lembaga bimbingan belajar swasta “aliyas” sama hanya beda nama sama makna. Bagaimana jika lembaga bimbingan belajar pindah ke sekolah?

UAN VERSUS “KBK”
Ada banyak hal yang perlu diperhatikan seandainya kurikulum 2004 dengan pendekatan kompentsinya diterapkan di masa tahun ajaran 2004-2005. Perhatikan semangat pengelolaan pembelajaran dengan semangat KBK berikut ini. Penekanan pembelajarannya pada keefektifan dan berpusat pada siswa.
Untuk melakukan proses pembelajaran yang efektif maka guru harus kreatif untuk memberikan ruang yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya potensi siswa yang beragam. Fakta-fakta yang diperoleh harus mampu mereka alami, jelaskan pada situasi yang berbeda atau menerapkan pada kehidupan nyata. Pembelajaran yang efektif memiliki ciri yang aktif dan berpusat pada siswa.
Efektif juga memiliki makna ketepatan di dalam memilih strategi yang digunakan yang berkaitan dengan tujuan, kompetensi, dan hasil belajar yang diharapkan. Variasi dan kecerdikan menentukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang mengasyikan sangat didambakan. Guru dituntut menemukan atau memodifikasi model-model pembelajaran yang beragam, misalnya dengan CTL.
Hal lainnya yang penting dalam proses pembelajaran yang ber-KBK yaitu mengenal siswa. Mengenal siswa memiliki makna yang luas termasuk siswa dipandang sebagai subyek yang berpotensi dan harus berkembang, memahami sifatnya, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan keterampilan memecahkan masalah. Realita keberagaman siswa inilah yang menuntut pada guru untuk lebih kreatif memberikan proses pembelajaran siswa dengan kemampuan belajar yang beragam.
Problemnya adalah bagaimana mungkin sosok guru dituntut mengembangkan kreatifitas dalam pembelajaran yang menyenangkan dan berdaya tetapi di sisi lain dihantui dengan ketakutan tidak mampu menembus “lubang jarum 4.25” atau serangan “virus 4.50”. Ini menjadi sebuah dilematis untuk mewujudkan keduanya.
Pembelajaran yang menyenangkan mengharapkan anak mengalami sebuah proses belajar yang tidak hanya menekankan pada produk semata. Artinya proses belajar sangat dihargai. Nah…bagaimana jika seorang guru sudah dengan segala persiapanya untuk ber-CTL-ria tiba-tiba siswanya berbicara “Sudahlah bu…belajar dengan bermain, CTL atau lainnya itu tidak penting…sekarang ini yang penting latian soal dan soal untuk UN…”. Gurupun menjadi terhenyak dengan lontaran polos siswanya, faktanya walaupun mereka dapat belajar dengan asyik tetapi jika ujian akhir “menjawab soal” mereka tidak dapat mengerjakan toh akhirnya harus tinggal kelas! Akhirnya hitungan realistis yang berlaku, bukan kontek belajar.
Kita semua menyadari bahwa cara belajar siswa itu beragam, ada yang lebih suka dan mudah belajar sambil mendengarkan musik, melalui gambar, membaca, mendengarkan, diskusi, berkelompok, sendiri, duduk, berdiri, atau butuh tempat yang sunyi. Kita mengetahui bahwa keunikan gaya belajar tersebut adalah sebuah fakta sebagai karakteristik siswa yang memang beragam dan tidak mungkin seragam.
Uniknya adalah keberagaman gaya belajar atau cara belajar tersebut dilakukan dengan sistem penilaian yang seragam. Penilaian yang hanya menekankan pada dua jenis kecerdasan: lingusitik (berbicara, menulis, membaca) dan kecerdasan logis-matematis (logika matematika, sains). Secara umum sistem ujian yang berhasil dilakukan sebatas pada pengujian kecerdasan ‘akademik’ yang menekankan pada kehandalan ‘perpustakaan berjalan’ atau ‘hardisk berjalan’
Faktanya sekolahan tradisional telah berhasil dan berbuat banyak untuk mengolah kedua kecerdasan tersebut. Padahal sistem pengujian itu lebih sesuai digunakan untuk menilai siswa yang dengan gaya belajar akademis dan tidak terstandar untuk semua gaya belajar. Jangan-jangan apa yang dilakukan selama ini memiliki andil yang besar terhadap tingginya jumlah siswa yang putus sekolah. Sulit dijelaskan bagaimana mungkin satu metode dan penilaian yang semacam mampu melayani gaya belajar yang beragam?
Seperti yang diungkap Magnesen dalam Derden & Vos (2003) bahwa 10% kita belajar dari membaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan didengar, 70% dari yang dikatakan, 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Artinya beragam sumber dan gaya belajar tersebut mustahil jika hanya dilakukan penilaian sebatas pada pengujian kecerdasan akademik.
Efeknya adalah siswa yang mampu melewati sistem pengujian tradisional hanyalah siswa yang kuat di dalam dua kecerdasan tersebut, sehingga masa depan anak seakan-akan hanya ditentukan oleh kemampuan anak dalam melewati test dua kecerdasan itu. Seharusnya sebuah proses pembelajaran dipandang sebagai sesuatu yang utuh dan selalu berproses. Sebagaimana temuan metode belajar baru yang selalu melibatkan manusia secara terintegrasi seharusnya juga diikuti dengan metode penilaiannya. Metode penilaian yang tidak hanya menguji kemampuan seseorang dalam matematika atau menulis tangan. Ironis tetapi nyata.
Dari sinilah awal sebuah pengakuan dan promosi kesuksesan yang sesungguhnya justru tidak unggul. Proses pengujian tidak boleh menghalangi tumbuh dan berdayanya kemampuan pengaturan diri sendiri, penilaian diri yang berkelanjutan, kemampuan kerja sama dan keterampilan memecahkan masalah.
Semua orang tahu bahwa lahirnya kemandirian, rasa percaya diri, kejujuran, akhlaq terpuji, dan keunggulan berkat dari keterampilan kerja sama, kearifan dalam mengevaluasi diri secara berani dan berlanjut. Sangat mustahil kunggulan terlahirkan dari sebuah metode pengujian yang justru menghalangi mengalami sebuah masalah atau kreativitas, atau pola pikir yang menganggap hanya ada satu jawaban benar atas semua masalah hidup yang kompleks. Apabila memang ini yang dilakukan maka dunia tidak akan mengenal sosok kehadiran Enstein sang fenomena atau memang sekarang eranya adalah era ’Otak Kiri’.

Malang, Pebruari 2007
Pemerhati Pendidikan tinggal Di Malang

Sutirjo

Februari 1, 2007 at 3:27 am Tinggalkan komentar

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Januari 15, 2007 at 3:08 am 2 komentar